Berkunjung Ke Indonesia Setelah 3 Tahun Covid19

terminal 3 soekarno hatta

Baru-baru ini saya berkunjung ke Indonesia setelah 3 tahun Covid19. Rasanya lama juga tidak posting artikel di blog karena sebulan sebelum pulang ke Indonesia saya banyak mengurus ini itu seputar kepulangan termasuk vaksin atau booster ke 3 Covid!

Berkunjung Ke Indonesia Selama Covid

Agenda berkunjung ke Indonesia sebenarnya rutin saya lakukan setiap tahun. Karena saya masih memegang passport Indonesia dan masih memiliki orangtua dan saudara. Namun, Covid19 membuat saya menunda kepulangan. 

Saya hanya menghabiskan waktu 1 bulan dan terbang "solo". Selama di Indonesia saya benar-benar menghabiskan waktu bersama ayah saja. Saya masih takut berinterasi dengan teman, tetangga bahkan saudara sendiri! Karena saya tidak mau mengambil resiko sakit yang membuat kepulangan saya menjadi tertunda. Ada beberapa poin yang ingin saya bagikan sebagai berikut:
  • Jangan lupa download aplikasi Peduli Lindungi. Setidaknya 1 (satu) bulan sebelum pulang. Karena aplikasi tersebut membutuhkan waktu 5 (lima) hari untuk di verifikasi. Belum lagi jika kita salah mengisi aplikasinya. Hal ini saya rasakan karena saya kurang paham menu pada aplikasi tersebut yang membuat saya melakukan kesalahan saat pengisian.
  • Jangan lupa download aplikasi e-custom untuk deklarasi bea dan cukai di airport Jakarta. Jika kamu tidak mengisi sebelum kedatangan ke Jakarta, maka di airport akan memakan waktu lama.
  • Jangan lupa membeli asuransi kesehatan jika kamu tidak memilikinya lagi. Untuk berjaga-jaga saja.
  • Jangan lupa diri. Selalu waspada dan gunakan masker.
  • Jika kamu belum booster ke 1 atau vaksin ke 3 untuk Covid, maka kamu harus di test PCR (begitulah ketentuan yang saya baca).
  • Tiket pesawat selama Covid sangat mahal (sebenarnya tergantung airlines atau maskapai yang kita ingin gunakan). Oleh karenanya, jaga diri baik-baik agar kepulangan tidak tertunda yang mengakibatkan keluar lagi biaya tambahan untuk merevisi tiket.
  • Pakai masker dengan kualitas bagus dan gantilah setiap 4 jam dengan masker baru (ketika di dalam pesawat).

Terminal 3 Bandara Soekarno Hatta

Kepulangan kali ini pertama kalinya saya mendarat di Terminal 3 Bandara Soekarno Hatta. Kesan saya adalah Terminal 3 Bandara lebih luas (tentu saja) dan lebih terang. Mungkin karena interiornya serba putih sangat mirip bahkan hampir serupa dengan Airport di Hongkong. Kesan saya adalah Indonesia sudah selangkah lebih maju untuk airport internasionalnya. Bravo! Namun, ada beberapa poin yang ingin saya sampaikan sekedar masukan:
  • Untuk airport sekelas internasional, pendingin ruangan atau AC di terminal 3 sangat tidak memadai alias kurang dingin. Saya pikir, karena saya penduduk kutub utara maka saya merasakan hal ini. Namun, saya mendengar kiri kanan banyak orang juga mengeluhkan hal yang sama.
  • Pengambilan bagasi dan kereta dorong untuk koper cukup teratur. Poin positif. 
  • Petugas bekerja cukup cepat dan teratur. Poin positif.
  • Tanda-tanda dan petunjuk lumayan lengkap dan tidak terlalu membingungkan.
  • Parkir sudah lumayan teratur walau sangat tersendat dan lumayan menimbulkan kemacetan.

Kritik Untuk Terminal 3 Bandara Soekarno Hatta

Yang sangat disayangkan, ketika saya keluar dari pintu gerbang saya sangat kaget melihat begitu banyak manusia berjejal-jejal menunggu penumpang yang datang. Mereka yang berjejal keliatannya ingin menjemput keluarga atau seseorang. Jujur, selama saya bepergian dengan pesawat dan mengunjungi beberapa airport, baru kali ini saya melihat manusia sebanyak itu di airport sekelas Internasional. Anak kecil berkeliaran, bahkan banyak ibu-ibu yang duduk di lantai (karena kursi tidak muat) serasa sedang berpiknik. Astaga!

Kesan ini sangat tidak layak dan menurunkan image atau pandangan prestisius untuk airport atau bandara kelas internasional. Apakah memang tradisi orang Timur untuk menjemput seseorang maka akan mengajak keluarganya berderet-deret? Entahlah. Yang jelas, Bandara Soekarno Hatta terminal 3 terkesan kumuh dan sesak dengan manusia yang kepentingannya tidak jelas.

Dengan banyaknya manusia berjejal seperti itu, tentu saja tidak ada namanya "social distancing". Dan suasana ini membuat AC pendingin di airport semakin tidak jelas. Suasana semrawut dan berisik jauh dari kesan yang menyenangkan. Namun, apa mau dikata. Mungkin penduduk di Indonesia sudah terlalu banyak. Entahlah.

Setelah 1 bulan kembali ke Kanada, saya masih merasa lelah. Perbedaan waktu antara Jakarta dan Kanada atau "jetlag" memang bagi saya cukup merupakan "tendangan". Karena badan saya termasuk yang lambat beradaptasi untuk urusan satu ini. Apalagi, jika kembali ke Kanada maka saya akan melawan gravitasi bumi atau perputaran bumi. Hal ini konon membuat badan terasa lebih capai dibandingkan ketika saya datang dari Kanada ke Indonesia. 

Tiba di Kanada, musim sudah berganti menjadi musim gugur. Daun yang ketika saya tinggal masih berwarna hijau, kini sudah berwarna kuning kemerahan. Udara sudah dingin kisaran 10C. Namun saya beruntung tidak terkena flu atau tertular Covid selama perjalanan. 

Semoga Covid19 segera berlalu tuntas, sehingga saya bisa datang lagi ke Indonesia secepatnya.

Copyright of Winda Tanu

Comments

Pictures & Contents in this Blog are copyright of Winda Tanu. No Copies are allowed w/o Permission.

Popular posts from this blog

Fakta Unik Jika Ingin Membeli Mobil Di Kanada

Hidup Di Kanada : Mencari Kerja Di Kanada

Pensiun Dan Masa Tua Di Kanada