7 Persiapan Mental Sebelum Menikah

agar pernikahan langgeng

Persiapan mental sebelum menikah apa sajakah itu? Pasangan yang dimabuk cinta mungkin kurang menyadari bahwa sebelum menikah mereka perlu menyiapkan mental mereka. Maraknya perceraian akhir-akhir ini seringkali membuat kita bertanya mengapa pasangan jaman now lebih mudah memutuskan untuk bercerai. Alasan di balik perceraian terkadang klise yaitu "sudah tidak ada kecocokan". Sementara ketika pacaran, segala sesuatunya terlihat cocok, indah dan sempurna.
Ada yang bercerai namun ada juga yang menikah. Ketika pacaran, setiap orang yakin bahwa pasangannya adalah yang terbaik dan langgeng sampai kakek-nenek. Setelah dijalani, pernikahan ternyata tidak semudah dan sesederhana yang dikira sebelumnya. Persiapan mental berikut ini bisa dijadikan acuan jika kamu hendak melangsungkan pernikahan.

Persiapan Mental Sebelum Pernikahan:

  1. Kedewasaan dan kemandirian. Jika sebelum menikah kamu sudah biasa hidup terpisah dari orangtua, mungkin tidak terlalu mengalami kesulitan. Namun, jika kamu adalah anak yang tidak pernah jauh dari orangtua atau hubungan terlalu erat dengan orangtua, bisa jadi pernikahan menjadi kendala besar dalam hidupmu karena kamu akan berpisah dengan orang tua. Mengurus kebutuhan sendiri, bahkan kebutuhan pasangan dan anak (keluarga). Kamu harus siap secara mental dan berusahalah untuk mandiri, tidak mengandalkan orangtua dalam segala hal. Pasangan juga bisa kesal jika merasa menikahi "anak Mami". Jika kamu tidak dewasa, ujungnya orangtua suka ikut campur ke dalam kehidupan pernikahanmu, yang sudah tentu akan menimbulkan masalah baru dengan pasangan.
  2. Dituntut untuk Sempurna. Jika kamu sudah menikah, maka kamu secara tidak langsung akan "dituntut" untuk menjadi : Istri atau Suami yang baik, Menantu yang soleh/soleha, Ipar yang pengertian, Orangtua yang sempurna, hingga Tetangga yang santun. Sementara ketika kamu masih single, kehidupanmu tidak melibatkan orang-orang tersebut. Singkatnya, ketika seseorang menikah, akan banyak tuntutan ini itu dari orang sekitar kita. Kamu wajib bersiap mental untuk hal ini. Ketika single, kamu hanya membawa dirimu sendiri. Namun setelah menikah, hubungan dengan orang sekitar semakin "ramai" ada mertua, ipar, dan saudara-saudara dari pasangan di dalamnya. Hal ini dapat menimbulkan dimensi baru dalam kehidupan setelah menikah. 
  3. Kebebasan yang tidak sama. Sebelum menikah, kita dapat seenaknya menentukan sikap maupun tindakan kita. Setelah menikah, jangan harap hal tersebut berlaku. Segala sesuatu harus diputuskan bersama. Bahkan untuk membeli meja kecil saja, kita harus bertanya kepada pasangan. Jangan sakit hati jika apa yang kita beli diberi komentar negatif hanya karena pasangan tidak menyukainya. Sakit hati? Sudah pasti. Hal-hal kecil demikian kalau dibiarkan berlarut-larut akan menjadi bola es yang siap menggelinding.

  4. Adil dan tidak egois. Jika ketika pacaran kamu merasa pasangan kamu adalah seorang yang egois, maka kamu harus pertimbangkan masak-masak untuk menikah.  Karena, menikah dengan seorang yang egois dan mementingkan diri sendiri, berat sekali ke depannya. Percayalah, satu-dua kali mengalah mungkin masih dapat ditoleransi. Namun, terus-menerus mengalah akan menimbulkan rasa "lelah" dan menyerah terhadap suatu pernikahan.  Kecuali kamu orang yang sangat sabar dan menerima dia apa adanya. Dalam pernikahan, kita tidak boleh egois. Hari ini kita menang, besok kita harus mengalah. Sehingga pasangan tidak ada yang merasa tersakiti dan hubungan pernikahan adil/seimbang. Demikian juga peranan sebagai orangtua, jangan sampai salah satu pihak menjadi pihak yang lebih banyak mengurus anak. Anak adalah "produk" orangtuanya. Maka kedua belah pihak harus bertanggung jawab atau memiliki peranan yang sama terhadap anak.
  5. Perbedaan Sifat. Jika sebelum menikah kamu merasa perbedaan sifat dengan pasangan sangat banyak, maka hal ini patut dipertimbangkan masak-masak sebelum menikah. Ketika pacaran, segala sesuatu tertutup oleh rasa cinta dan kagum pada pasangan. Namun setelah menikah, hal itu akan musnah dengan sendirinya. Sifat yang bertolak belakang bisa menimbulkan rasa frustasi. Misalnya, Anda seorang yang tepat waktu sementara pasangan tipe "Jam Karet". Hal ini lama-kelamaan membuat kesal dan makan hati. Bayangkan jika kamu harus makan hati bertahun-tahun, ibarat bom, pasti akan meledak akhirnya.
  6. Jangan mengharap pasangan untuk berubah. Salah satu kesalahan fatal adalah kita berharap pasangan akan berubah. Entah sifat buruknya ataupun sikap lainnya. Cobalah pikirkan masak-masak. Kita, merubah kebiasaan buruk kita saja terkadang susah, apalagi mengharapkan orang lain untuk berubah. Jangan berharap terlalu banyak jika kita tidak mau kecewa. Dan setelah kecewa dan putus harapan, biasanya seseorang akan menyerah dan memutuskan untuk bercerai.
  7. Menjadi Fleksibel dan hilangkan sifat perfeksionis.  Ada pepatah yang mengatakan pernikahan itu ibarat meja persegi, lama-kelamaan akan menjadi bundar. Orang yang sudah lama menikah, akan semakin cocok dan menjadi sahabat. Inilah kunci yang menjadikan pernikahan menjadi langgeng. Jika satu pergi, layaknya sahabat, akan merasa kehilangan. Cinta dan napsu di awal akan berubah menjadi kasih dan sayang. Untuk sampai ke tahap tersebut, pasangan harus bisa fleksibel. Sifat yang kaku dan kurang toleransi harus dihilangkan, demikian juga sifat perfeksionis. Jangan mengharap apa-apa ingin sempurna. Karena kesempurnaan itu tidak ada. Intinya, semakin kita bisa berlaku fleksibel, menghilangkan sifat kaku dan perfeksionis, semakin bahagia dan akur kita dengan pasangan. Selama pasangan juga bersikap yang sama (adil dan tidak egois, poin no. 4 di atas). 

Masalah Dalam Pernikahan 

Kesimpulannya, pernikahan adalah sesuatu yang harus "dikerjakan". Ibarat proyek, pernikahan adalah proyek seumur hidup yang harus dikerjakan, dipelihara, dan diperbaiki terus hingga akhir hayat. Tidak mungkin satu pasangan mengerjakan proyek sendirian tanpa bantuan pasangannya. Seperti namanya "Rumah Tangga", ibarat rumah, banyak tangga yang akan dipijak untuk mencapai posisi puncak dan tidak mungkin seseorang bekerja sendirian. Harus ada bahu membahu kedua belah pihak. Jika salah satu tidak mau "bekerja" mengerjakan proyek tersebut, dapat dipastikan proyek tersebut pasti putus di tengah jalan. 

Baca Artikel Menarik lainnya klik di sini
Copyright of Winda Tanu
Klik Label "Chit-Chat" di bawah untuk artikel lainnya

Comments

Pictures & Contents in this Blog are copyright of Winda Tanu. No Copies are allowed w/o Permission.

Popular posts from this blog

Fakta Unik Jika Ingin Membeli Mobil Di Kanada

Biaya Berobat Sakit Gigi Di Luar Negeri

Culture Shock Di Kanada Yang Perlu Kamu Ketahui